AHLAN YA DHUYUF AR-RAHMAN (Oleh: Utari Nur Rahma dan Maria Latovania)

0

Ibadah haji merupakan rukun Islam yang ke-5 bagi semua umat muslim dan pelengkap bagi rukun-rukun sebelumnya. Tidak seperti ibadah dalam rukun islam lainnya yang tidak butuh orang lain dalam pelaksanaannya, ibadah haji merupakan ibadah yang melibatkan banyak umat muslim baik yang sedang berhaji maupun tidak, sehingga terdapat juga makna sosial dalam pelaksanaan ibadah haji. Oleh karena itu, ibadah haji merupakan ibadah yang memiliki dimensi yang sangat luas serta serangkaian proses yang cukup panjang. Salah satu dari serangkaian proses ibadah haji yaitu waktu pelaksanaan ibadah haji. Pelaksanaan ibadah haji tidak dapat dilaksanakan kapan saja, sudah ada ketetapan waktu sesuai ajaran Nabi. Maka dari itu, bagi para jamaah haji tidaklah cukup hanya menjadi pengikut dalam rombongannya ataupun mengikuti pendampingnya saja, namun juga harus tahu akan segala proses ibadah haji beserta maknanya sehingga ibadah yang mereka jalani tidak menjadi ibadah kosong yang sia-sia. Salah satunya yaitu waktu pelaksanaan ibadah haji.

Timeline Haji
Ibadah haji sama halnya dengan ibadah pada ruku-rukun islam sebelumya selain syahadat, yaitu memiliki ketentuan waktu tertentu dan tidak bisa dilakukan kapan saja. Seperti dalam ketentuannya, ibadah haji dapat dilaksanakan satu kali dalam setahun dengan waktu yang sangat terbatas yakni dari permulaan bulan Syawal sampai fajar pada hari raya idul adha (Yaum al-Nahr). Seperti yang dijelaskan surat Al-Baqarah ayat 197 sebagai berikut:

اﻟﺤﺞ أﺸﻬﺮ ﻣﻌﻠﻮﻣﺎت٠٠٠٠٠)اﻟﺒﻘﺮة/ (197:2

“(musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi” (al-baqarah/2:197)
Berdasarkan ayat diatas, sangat jelas disebutkan bahwa waktu pelaksanaan haji adalah beberapa bulan, dengan puncak haji tanggal 9-13 Dzulhijjah pada saat wukuf di Arafah.
Ada juga pendapat yang sedikit berbeda, yakni dari Ibnu Katsir yang mengatakan mengacu pendapat Imam Bukhari bahwa yang dimaksud dengan bulan-bulan haji ialah Syawal, Dzulqa’dah, dan sepuluh hari bulan Dzulhijjah. Sedangkan Wahbah Zuhaili mengatakan waktu haji adalah Syawal Dzulqa’dah dan sepuluh hari dari bulan Dzuhijjah, maka tidak sah niat haji dalam madzhab Syafi’I kecuali pada waktu itu, dan amal haji akan habis pada tiga hari tasyriq, dan bulan yang telah masyhur itu merupakan pendapat jumhur ulama’ selain Malikiyah.

Namun waktu pelaksanaan haji yang disepakati oleh pemerintah adalah mulai 8 sampai 13 Dzulhijjah. Walaupun waktu pelaksanaan haji sudah ditetapkan , masalah mengenai hal tersebut masih tetap muncul. Seperti permasalahan terowongan mina yang paling sering memakan korban dari tahun ke tahun. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya umat muslim yang melaksanakan haji hingga melebihi kapasitas dari fasilitas-fasilitas haji yang sudah disediakan sehingga mereka berdesak-desakkan dan akhirnya terinjak-injak hingga tewas. Dan ada juga musibah jatuhnya crone pada tahun 2015 yang menewaskan 102 jamaah haji.

Ijtihad Waktu
Dari berbagai musibah yang muncul tersebut, pemerintah Arab Saudi sebenarnya sudah mengeluarkan kebijakan dari segi pembatasaan jamaah haji yang diharapkan bisa menyelesaikan permalahan tersebut. Namun kenyataanya, kebijakan tersebut dinilai bertentangan dengan hak umat islam untuk melaksanakan rukun islam yang ke-5 ini. Dan pada akhirnya muncul pendapat lain oleh seorang purnawiran jendral dari Mesir bernama Muhammad Shibl yang memaparkan solusi untuk permasalahan tersebut dari segi waktu pelaksanaan haji. Beliau menyampaikan pendapat berupa pelaksanaan haji hendakanya tidak dibatasi pada lima hari saja yaitu pada tanggal 9-13 Dzulhijjah. Di Indonesia gagasan ini juga dikemukakan oleh Masdar Farid Mas’udi.

Menurut pendapat ini, ibadah haji bisa dilakukan pada hari apa saja selama tiga bulan yang sudah ditetapkan, sebab selama tiga bulan itu merupakan waktu keabsahan untuk berhaji dan juga termasuk waktu keabsahan untuk wukuf, karena inti dari pelaksanakan haji adalah wukuf di Arafah. Jadi, pelaksanaan ibadah haji selama sepuluh hari bisa dibagi kedalam 12 shift selama rentang waktu tiga bulan tersebut agar jamaah haji tidak bertumpuk hanya pada satu waktu pelaksanaan haji saja. Namun pendapat tersebut bertentangan dengan pendapat para ulama yang menyatakan bahwa ibadah haji harus dilakukan pada hari-hari tertentu. Hal tersebut didasari oleh surat al-Baqarah ayat 189-197 dan diperkuat dengan hadist Rasulullah yang menyatakan bahwa inti haji itu adalah wukuf. Dan menurut ulama wukuf itu pada tanggal 9 Dzulhijjah sesuai dengan wukuf yang pernah dilaksanakan Rasulullah. Selain itu Rasulullah juga memerintahkan kepada kita untuk mengambil manasik dari beliau termasuk dalam waktu pelaksanaan wukuf. Dengan adanya pertentangan tersebut, pendapat agar pelaksanaan haji dilaksanakan dalam 12 shift tidak diterapkan. Sehingga sampai saat ini, panitia haji terus menerapkan berbagai peraturan haji sebagai upaya memperkecil kemungkinan terjadinya musibah apapun dalam pelaksanaan ibadah haji. Dan selalu menghimbau agar jamaah haji mematuhi peraturan-peraturan tersebut agar tujuan dari peraturan-peraturan tersebut dapat tercapai.

Simpulan
Ibadah haji sama halnya dengan ibadah pada ruku-rukun islam sebelumya selain syahadat, yaitu memiliki ketentuan waktu tertentu dan tidak bisa dilakukan kapan saja. Sudah sangat jelas disebutkan bahwa waktu pelaksanaan haji adalah beberapa bulan. Dengan puncak haji yaitu pada tanggal 9-13 Dzulhijjah pada saat wukuf di Arafah. Ibadah haji bisa dilakukan pada hari apa saja selama tiga bulan yang sudah ditetapkan. sebab selama tiga bulan itu merupakan waktu keabsahan untuk berhaji dan juga termasuk waktu keabsahan untuk wukuf, sebagaimana dikatakan Ibnu Katsir yang mengacu pendapat Imam Bukhari bahwa bulan bulan haji ialah Syawal, Dzulqa’dah, dan sepuluh hari bulan Dzulhijjah.

Bahan Bacaan
Amrurozi, S. (2016). Analisis Pemahaman Masdar Farid Mas’udi Tentang Ayat Waktu Pelaksanaan Haji. Semarang.
Ida Ningsih, N. P. (2020). Kebijakan Redaksi Media di Indonesia Dalam Pemberitaan Haji Tahun 2019. Islamic Communication Journal Vol. 5, No. 2, 158-202.
Sukayat, T. (2016). Manajemen Haji, Umrah, dan Wisata Agama. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Syarif, F. (2020). Pelaksanaan Haji di Luar Bulan Dzulhijjah. Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 5, No. 1, 62-84.
Zaki, M. I. (2010). Waktu Pelaksanaan Haji Berdasarkan Ayat 197 Surat Al-Baqarah (Perbandingan antara Tafsir Al-Quran al-Azhim dan Tafsir al-Munir). Surabaya.

About author

No comments