MENUJU CATURDHARMA PTKIN: OLEH-OLEH MUNAS FORUM MUDIR MA’HAD AL-JAM’IAH 2021

Sempat vakum di era pandemi, perhelatan nasional tahunan para Mudir Ma’had al-Jami’ah PTKIN kali ini menyapa wilayah Indonesia Timur, di IAIN Ternate. Pertemuan bertajuk Musyawarah Nasional (Munas) Forum Mudir Ma’had al-Jam’iah PTKIN ini berlangsung 2-4 November 2021, dan dihadiri  40 peserta dari 25 utusan Ma’had al-Jamiah PTKIN seIndonesia. Pertemuan kali ini mengambil tema Ma’had al-Jami;ah sebagai Ikon Moderasi Beragama di PTKIN, dan dibuka secara resmi oleh Dirjen Pendidikan Islam M. Ali Ramdhani secara daring.

Selain agenda pergantian pengurus, yang secara aklamasi memilih KH Muhammad Teguh dari UIN Satu Tulungagung menggantikan KH Ahmad Muzakki UIN Maliki Malang, munas kali ini banyak membicarakan bagaimana implementasi Modul Penyelengaraan Ma’had al-Jami’ah di PTKIN yang telah disusun Forum Mudir Ma’had bersama Direktorat Pendidikan Tinggi Islam dan disahkan oleh Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI melalui Keputusan Dirjen Pendis Nomor 1595 Tahun 2021 tentang Panduan Penyelenggaran Ma’had al-Jami’ah pada PTKIN. Sebagaimana diketahui bersama, sejak 2019 Forum Mudir Ma’had al-Jami’ah mendorong Direktorat Jenderal Pendidikan Islam melalui Direktorat Diktis untuk memberikan ruang gerak Ma’had al-Jami’ah lebih maksimal dalam mengelola kelembagaan. Hal ini mengingat aktifitas Ma’had al-Jami’ah dan juga peran yang belakangan ini semakin padat seiring banyaknya PTKIN alih bentuk dari Sekolah Tinggi menjadi Institut, atau Insititut menjadi Universitas.

Diyakini bahwa alih bentuk yang demikian menjadikan ruang rekrutmen mahasiswa menjadi semakin terbuka, tidak hanya menampung lulusan Madrasah Aliyah, sekolah bercirikan keislaman, namun juga sekolah umum yakni SMA dan SMK, yang tentu standar kemampuan keagamaannya tidak sama dengan lulusan Madrasah Aliyah, misalnya dalam kemampuan membaca-menulis al-Quran, dan juga praktik peribadatan. Sebagai imbasnya, input mahasiswa baru PTKIN semakin bervariasi dalam kemampuan keagamaannya, dan faktanya memang banyak yang memiliki kemampuan keagamaan terbatas. Di sinilah peran Ma’had al-Jami’ah (di beberapa PTKIN) menjadi ekspansif, dimana tidak hanya melayani santri mahasiswa yang tinggal di asrama saja, namun juga bagaimana membantu kampus untuk mengatasi keterbatasan pemahaman kegamaan, khususnya membaca-menulis al-Quran dan Praktik Ibadah. Beberapa PTKIN memang mengamanahkan sertifikasi kemampuan membaca-menulis al-Quran dan Praktik Ibadah kepada Ma’had al-Jami’ah, dan menjadi persyaratan dalam pendaftaran munaqosyah.

Maka munculnya Modul Penyelenggaraan Ma’had al-Jami’ah menjadi suatu keniscayaan dalam rangka memperkuat fungsi dan tugas Ma’had al-Jami’ah untuk seiring sejalan memperkuat PTKIN dalam menjalankan peran tridharma, menjadi caturdharma, yakni standardisasi kemampuan keagamaan. Munas Forum Mudir Ma’had al-Jami’ah bersepakat untuk mendorong PTKIN dapat mengimplementasikan Modul Penyelenggaraan Ma’had al-Jami’ah ini, salah satunya adalah memperkuat kelembagaan Ma’had dengan menaikkan status Unit Pelaksana menjadi Lembaga. Diyakini dengan organ Lembaga akan semakin kuat karena dimungkinkan untuk kelengkapan organnya secara maksimal, dan pada akhirnya membantu PTKIN mengatasi problemanya dalam standardisasi kemampuan keagamaan. Sebagaimana yang diamanahkan Modul, bahwa Ma’had al-Jami’ah dapat menyelenggarakan tiga kelompok pembelajaran kegamaan, yakni ta’arruf fid din, ta’allum fiddin dan tafaqquh fiddin. Mari bersama-sama mengawalnya (shol).

About author